UKHTI AKU MENCINTAIMU BAGAI NUN SUKUN

By: Syaiful Hukama Ira | 13 Februari 2019 | 1680
Foto edit by Abol al-Ikhwan
Foto edit by Abol al-Ikhwan

Kan kumulai ceritanya dengan Bismillah. Ucap Basyir

“Assalamualaikum” dia manggil salam untuk yang ketiga kalinya di rumahku. Namanya Basyiruddin, dia temanku, umurnya baru tujuh belas tahun. Kalau kau punya kakak, temen, adik, dan kerabat. Dia sama seperti remaja umur tujuh belas tahun lainnya. Suka buat masalah, bisa nyelesain masalah walaupun terkadang semakin menambah masalah. Dan aku, eh bentar dulu. “Apa Syir?” dia berkata lantang di seberang “Ini ada surat di angkotmu” spontan saja aku lari kegirangan “Mana-mana?” pintaku sambil membuka pintu secara kejam.

Surat itu seolah-olah menyihirku sedemikian rupa, karena terdapat ungkapan yang begitu indah dan mengagumkan. Namun sayang, kami sama-sama diam untuk cinta. Sambil menatap kosong, di depan ada kucing peliharaan sesekali butakan aku untuk melihatnya.

“Sudah berapa lama kau tidak enak badan gara-gara cewek itu, waktu kita kelas satu SMA dulu? Sudah berapa lama kau buat dirimu mengatakan bahwa hidupmu hanya untuk dia? Sudah berapa lama kita tidak bersama untuk buat layangan setinggi pohon jambu? Sudah berapa lama Ali?” Sindir Basyir di dekatku sekaligus mengingatkan masa lalu. Sejenak aku menerawang senyum, dan raut muka bahagia, sesekali mengeluarkan air diujung bola matanya yang indah. Tapi sayang aku terlalu lugu untuk membawakan cerita cinta untuknya.

“Hei.. cenung-cenang sendirian memangnya aku apaan? Ali tolong lihat lagi masa depanmu jangan hanya membuatku bimbang. Atau kau terkena ajimat-ajimat tak berperikemanusiaan?" jawab Ali

“Diam kau! mau ikut campur urusan orang aja”. Ku sambar tangannya untuk memulai kegiatan naik angkot.

Namanya Kamila dari kabupaten seberang, lahir dari kalangan terhormat. Perempuan itu sama saja seperti yang lain, suka baper, gak percaya diri, dan tentunya tidak jelek. Tapi sayang dia hanya melihat dan memandangku seperti burung hantu di rumahnya. Menakutkan sekali melihatku, atau mungkin karena aku terlalu ganteng sehingga dia gak enak badan dan jatuh sakit. Perempuan sendu itu selalu saja memberikan pesona indah, dan satu lagi, dia suka menjaga anak kecil. Jalanan kota ramai, asap bertaburan seolah-olah ada dukun untuk membuat langit murka dan sekalian meruntuhkannya, langit memberikan isyarat yang kesekian kalinya untuk cerah berawan. Dan matahari? Sisi postif dan negatifnya sudah tak bisa lagi dihiraukan.

Tiit.. To..t “Jalan mang, angkotnya, jangan diem aja!” seru seseorang di dalam angkot merah, kalau kau melihat lukisan dikaca mobilnya maka yang terjadi sakit perut karena ketawa “Hanya orang ganteng yang ada di Angkot Mang Jaya”

Aku menjalankan angkot sebagaimana yang lain. Dan Basyir? dia asisten berdarah biru, tapi sayang cerewet. Di terminal baru Pamekasan adalah awal mula kami menunggu penumpang, dan ajaib, di bagian bus Akas terlukis wajah indah dan kerudung yang serasi membalut wajahnya. Selalu saja menggoda, kubaca Al-Fatihah, Al-Ikhlas, tak lupa juga An-Nas. Agar perempuan sendu itu mampir di angkotku. Sayang sekali dia menghilang begitu saja, aku khawatir dia diambil orang lain. Ah.. bisa rugi aku hari ini.. “Ali… ke Jl. Sersan Mesrul” aku noleh ke belakang. Amboy.. cantiknya semakin dekat, nampak seperti emakku waktu muda dulu. Aku terjatuh dalam memeluk setir untuk yang kesekian kalinya. Dia selalu saja naik angkotku entah kebetulan atau tidak.

Aku lari menuju Basyir “Ayo berangkat!”

“Mana? eh.. Penumpangnya kok kayaknya gak ada”

"Ada satu, ini utusan dari tuhan, katanya untuk aku. Ayo..!”

Basyir membuntutiku keberatan, angkotku berjalan paling awal menembus siang menjelang sore.

Perempuan sendu itu selalu saja mempesona, dia suka anak-anak dan mebagikan bros yang di dalamnya terkadang berisi uang seribuan, dan waktu itu dia menjatuhkan surat di angkotku sampai satu tahun ini aku hanya meratapinya.

Membuat penasaran dan akhirnya aku pergi dan menulis sebuah kata “Cinta mu bagaikan nun sukun, tidak melekat ke bibir seperti Ikhfa’ Syafawi, dan terang ketika diucapkan seperti Idhar Khalqi, aku tahu kamu mencintaiku, tapi kenapa harus seperti nun sukun?”. “Tamat”

Ungkap Basyir pada Kamila ketika dia membaca cerita pendek yang Ali kirimkan saat lomba Nasional.

“Walaupun gak juara, dia ingin agar dunia tahu bahwa dialah pengagum perempuan sendu, yaitu kamu!” Kamila menangis dan berkata lantang dalam hati untuk menyesal selamanya. Kamila menikah dengan lelaki kaya berdarah kerajaan, dan pergi begitu saja di hadapan Ali yang sebelumnya saling memadu kasih dengan Ali. Andai dia tahu bahwa dia menjadi wanita ketiga setelah sebelumnya sang suami mengatakan “Aku masih perjaka” maka dia memilih Ali.

Abol Calon Guru Tugas 2019