Santri dan Perannya dalam Mewujudkan Perdamaian dan Persatuan
By: Abd. Salam Cahya Sasmita Jd | 08 Desember 2024 | 199
Gambar: cahya
Santri memiliki posisi yang sangat strategis dalam masyarakat Indonesia, khususnya dalam menjaga dan memperjuangkan nilai-nilai perdamaian dan persatuan. Sebagai pelajar yang menimba ilmu di pesantren, santri tidak hanya dibekali dengan pengetahuan agama, tetapi juga nilai-nilai sosial yang mendorong mereka untuk berperan aktif dalam menjaga keharmonisan masyarakat. Dalam konteks Indonesia yang plural, di mana berbagai suku, agama, dan budaya hidup berdampingan, peran santri menjadi semakin penting sebagai agen perdamaian yang dapat meredakan konflik, menyatukan perbedaan, serta mempromosikan kehidupan yang harmonis.
Santri dilatih untuk menghargai perbedaan sejak dini. Hal ini menunjukkan bahwa pesantren mengajarkan sikap toleransi yang sangat tinggi di antara para santri, tanpa memandang suku, agama, atau budaya. Dalam ajaran Islam, terdapat konsep tasamuh atau toleransi, yang mengajarkan bagaimana hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat yang multikultural. Seperti yang dijelaskan oleh Qurtubi dalam Tasawuf dan Toleransi dalam Islam, ajaran ini berperan penting dalam menciptakan keharmonisan hidup di masyarakat. Dengan nilai ini, santri dapat menjadi agen perdamaian yang menyebarkan nilai toleransi, menjaga kerukunan, dan meredakan ketegangan sosial.
Peran santri sebagai agen perdamaian sangat tercermin dalam sejarah Indonesia, salah satunya melalui sosok KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Gus Dur dikenal sebagai Bapak Pluralisme Indonesia yang tidak hanya menolak segala bentuk kekerasan atas nama agama, tetapi juga mendorong dialog antaragama sebagai solusi untuk memecahkan berbagai masalah sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Wahid Institute pada 2010 menunjukkan bahwa nilai-nilai yang diajarkan di pesantren dapat melahirkan tokoh-tokoh perdamaian seperti Gus Dur. Saat ini, santri memiliki kesempatan yang sama untuk mengambil peran tersebut dengan menjadi pelopor dialog antarumat beragama dan menyatukan berbagai kelompok di tengah masyarakat.
Tidak hanya dalam hal agama, pesantren juga menanamkan rasa nasionalisme yang kuat pada santri. Dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia, banyak santri dan ulama yang terlibat langsung dalam perjuangan melawan penjajah. Pendidikan di pesantren mengajarkan nilai-nilai kebangsaan dan cinta tanah air, seperti Pancasila dan UUD 1945, yang memperkuat jiwa nasionalisme santri. Melalui pendidikan berbasis Islam Nusantara, santri diajarkan untuk memahami Islam sebagai agama yang mengedepankan perdamaian tanpa harus mengorbankan identitas nasional.
Menurut Azra dalam Islam Nusantara dan Kebhinekaan Indonesia (2016), pesantren memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas sosial dengan membentuk karakter cinta damai dan cinta tanah air. Sebagai hasilnya, santri tidak hanya menjaga perdamaian di lingkup agama, tetapi juga menjaga persatuan bangsa Indonesia yang majemuk.
Namun, di tengah pentingnya peran santri dalam membangun perdamaian, mereka dihadapkan pada tantangan besar di era digital ini. Penyebaran informasi yang tidak benar atau hoaks melalui media sosial dapat memperburuk ketegangan sosial dan memecah belah masyarakat. Oleh karena itu, santri perlu menghadapi tantangan ini dengan langkah-langkah yang tepat.
Langkah-langkah strategis santri dalam menghadapi tantangan bisa kita akumulasikan seperti beberapa hal di bawah ini.
Meningkatkan Literasi Digital. Santri perlu meningkatkan literasi digital agar dapat membedakan antara informasi yang benar dan yang salah. Mereka harus memahami cara memverifikasi sumber informasi, mengenali hoaks, dan melawan penyebaran informasi yang dapat merusak kedamaian di masyarakat. Keterampilan ini sangat penting agar santri dapat mengatasi penyebaran kebencian yang sering kali muncul di media sosial.
Literasi meruapakan salah satu kesuksesan umat islam. Sebagaimana kita ketahui banyak kitab-kitab ulama yang masih eksis sampai saat ini. Karena hal itulah kita perlu meningkatkan literasi kita, dari yang awalnya kita nulis di kertas dan hanya bisa dibaca Sebagian orang beralih menulis di media digital yang audiensnya lebih banyak dan mencakup wilayah yang lebih luas. Jika literasi lewat koran seperti yang dilakukan Buya Hamka saja bisa mempertahankan api semangat relawan, bagaimana lagi literasi lewat internet yang lebih cepat dan luas.
Menggunakan Media Sosial untuk Promosi Perdamaian. Santri dapat memanfaatkan media sosial untuk menyebarkan pesan-pesan perdamaian dan persatuan. Melalui platform seperti Instagram, Twitter, dan YouTube, mereka bisa membuat konten edukatif yang mengajarkan toleransi, pluralisme, dan pentingnya hidup rukun antarumat beragama. Santri dapat menjadi duta perdamaian yang memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk memperkuat persatuan bangsa.
Seeprti yang telah kita ketahui Bersama bahwa sekarang banyak influencer yang memiliki beribu bahkan berjuta juta pengikut, melakukan dakwah islam melalui channel mereka. Entah itu di Instagram, tiktok, youtube, dan lain sebagainya. Contohnya yaitu Habib Ja’far yang mengedukasi penonton dengan jokes yang lucu sehingga mudah diterima oleh kalangan ramai.
Mengajarkan Toleransi dan Perbedaan di Pesantren. Pesantren sebagai lembaga pendidikan memiliki peran vital dalam mengajarkan santri untuk saling menghormati dan menghargai perbedaan. Pembelajaran tentang keberagaman, baik dalam konteks agama, suku, maupun budaya, harus diperkuat agar santri dapat mempraktikkan nilai-nilai toleransi yang telah mereka pelajari. Contoh kecilnya yaitu Ketika santri melakukan sumbangan untuk masak Bersama dan tak pandang bulu siapa yang mereka ajak, asalkan ada uang acara pun jadi.
Dialog Antarumat Beragama. Santri dapat menjadi pelopor dalam dialog antarumat beragama. Melalui forum-forum diskusi dan seminar, mereka dapat mengajak berbagai kelompok agama untuk berbicara, saling memahami, dan bekerja sama dalam menciptakan kehidupan yang harmonis. Hal ini penting agar santri tetap menjadi mediator yang dapat menyatukan berbagai perbedaan.
Selain kita berdakwah secara face to face seperti yang biasa dilakukan Ust. Adi Hidayat, Ust. Abdul Shomad, dll. Kita juga bisa memanfaatkan teknologi seperti yang telah saya sampaikan di atas. Kita bisa membahas suatu kejadian yang simpang siur di masyarakat dan menyebarkannya lebih luas dengan media sosial itu. Dan terbukti lebih efektif dengan berita banyaknya muallaf yang masuk islam karena sering mendengarkan video-video ceramah para asatidz.
Mengintegrasikan Pendidikan Kebangsaan. Santri harus memiliki pemahaman yang kuat tentang Pancasila, UUD 1945, serta nilai-nilai kebangsaan yang lainnya. Melalui pemahaman ini, mereka dapat memperkuat rasa persatuan dan nasionalisme, serta memahami bahwa keberagaman adalah kekayaan yang harus dijaga bersama.
Berinovasi dalam Memanfaatkan Teknologi untuk Perdamaian. Santri harus terus berinovasi dengan memanfaatkan kemajuan teknologi untuk menyebarkan pesan perdamaian. Melalui konten-konten edukatif yang dibuat di media sosial atau aplikasi lainnya, santri dapat memberikan contoh bagaimana teknologi bisa digunakan untuk tujuan positif, menyebarkan nilai-nilai kedamaian, dan menanggulangi berita negatif yang merusak keharmonisan.
Santri harus menjadi garda terdepan jika ada berita hoax yang viral. Juga jangan sampai ikut terbawa arus berita palsu tersebut. Karena kita sebagai santri sangatlah paham bahwa sebelum memberikan fatwa pada orang lain harus mencari dulu dari siapa kita mendapatkan berita(ilmu) tersebut. Kalua sudah jelas yang memberikan fatwa orang yang baik dan jujur, barulah kita juga bisa menyebarkan hal itu pada yang lain.
Santri memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga perdamaian dan persatuan Indonesia. Dengan nilai-nilai agama yang diajarkan di pesantren, mereka dapat menjadi agen perubahan yang menyebarkan nilai toleransi, dialog, dan cinta tanah air. Dalam menghadapi tantangan zaman, santri harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi dan memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk menyebarkan pesan perdamaian yang lebih luas.
Tantangan zaman memang tak dapat dihindari, tetapi dengan kesiapan mental dan keterampilan yang baik, santri dapat tetap menjadi garda terdepan dalam menjaga keutuhan NKRI. Sebagaimana ditegaskan oleh mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, santri adalah penjaga nilai-nilai luhur agama dan persatuan bangsa, yang tidak hanya menjaga kedamaian tetapi juga memperjuangkan masa depan Indonesia yang lebih harmonis.
Oleh: Abd. Salam Cahya Sasmita Jd (Mahasiswa STAI DUBA Prodi BSA Semester 1)