PENUNDAAN TAUBAT JUGA HARUS DITAUBATI

By: Ahmad Imron | 31 Desember 2018 | 1086
foto di ambil pada acara pertemuan wali
foto di ambil pada acara pertemuan wali

Dilema dengan berbagai persoalan yang menjelma menjadi sebuah karakter, sontak membuat saya harus selalu menyadari akan kesalahan dari karakter itu. Berangkat dari kesadaran akan berusaha untuk bertaubat. Terkadang menunda taubat menjadi alasan untuk tidak mengarungi lautan ibadah kepada-Nya.

Teringat sebuah dawuh dari beliau KH. Hasbullah Muhammad Syamsul Arifin, Lc. “Penundaan terhadap taubat juga harus ditaubati” (05/02/2017) kajian Tafsir Al-Jalalaian.

Tuubuu ilaLlaah…! Kembalilah kepada Allah. Tuubuu itu adalah kata kerja perintah, fiil amr dari kata taaba. Taaba kalau ditashrif akan berbunyi seperti ini, taaba – yatuubu – taubatan. Yang ketiga itu disebut masdhar, seperti yang lazim disebutkan oleh ulama’ di dalam buku-buku nahwu. Taubatan adalah mashdar. Ulama’ kalangan Bashra menyebut bahwa mashdar itu adalah asal kata. Atau kalau dalam bahasa Indonesinya kata dasar.

Seperti “membaca”, kata dasarnya “baca”. Kemudian diberi imbuhan hingga artinya dan fungsinya beragam. Dari “baca” menjadi “membaca” jika diberi imbuhan “me-“ , dan menjadi “bacaaan”, saat diberi imbuhan “–an”. Kalau diberi imbuhan “pe-“ akan menjadi “pembaca”. Dan jika diberi tambahan “pe—an”, maka akan menjadi “pembacaaan”. Jelasnya masing-masing imbuhan memiliki kategori fungsi makna tersendiri. Begitu pun di dalam bahasa Arab. Tashrif , kamu tentu tidak asing dengan kata itu, artinya adalah mengubah asal kata menjadi bermacam, agar kemudian muncul arti berbeda-beda dari satu kata dasar.

Kata taubat itu adalah mashdar dari kata taaba, yang berarti kembali. Jadi, bertaubat artinya kembali. Seharusnya setelah kata itu ada lanjutan kata yang tidak boleh dipisahkan, yaitu ilaLlah, kepada Allah. Sehingga arti dan tujuan kalimatnya menjadi sempurna. Dan akan berubah makna 180 derajat kalau yang setelahnya adalah kata alaa, yang berarti atas. Taaba alaa itu artinya menerima taubat. Redaksi lengkap dari kata itu subjeknya adalah Allah. Seperti, TaabaLlaahu alaa zaidin, artinya Allah menerima taubat Zaid. Penambahan kata ilaa atau alaa setelah taaba itu di dalam kaidah bahasa Arab dikenal dengan ta’diyah.

Yang serupa misalnya dari kata da’aa-yad’uu - da’watan. Arti dari kata tersebut bisa berbeda, tergantung ta’diyah setelahnya. Kalau disambung dengan kata ilaa, mejadi da’aa ilaa, artinya adalah mengajak. Kalau diberi kata li berarti mendoakan. Tepatnya mendoakan kebaikan. Contohnya da’aa Muhammadun li Zaidin. Muhammad mendoakan (kebaikan) untuk Zaid. Tapi akan sangat berubah bila setelah ditambah kata ‘alaa. Artinya berubah menjadi mendoakan keburukan.

Rincinya contohnya sebagai berikut :

Da’aa Muhammadun Zaidan ilaa baitihi        : Muhammad megajak Zaid ke rumahnya

Da’aa Muhammadun li zaidin                        : Muhammad mendoakan (kebaikan) untuk Zaid

Da’aa Muhammadun alaa zaidin                   : Muhammad mendoakan (keburukan) untuk Zaid

Banyak yang mungkin sedikit salah kaprah mengartikan kata taubat. Misalnya, suatu ketika saya pergi ke rumah teman di daerah Bujur. Seperti dimaklumi di sana banyak jalan yang aksesnya cukup sulit. Berbatu, licin, banyak tanjakan curam, dan lain sebagainya. Setelah sampai, lama berdialog, saya pamit. Kemudian orang tua dari teman saya itu berpesan, “Senga’ jhe’ athobet entar de’ ka’dintoh.” Saya memahami maksud dari kata tersebut, yaitu saya tidak boleh saat itu saja datang ke sana, tapi setelahnya jangan berhenti dan menyerah untuk datang lagi. Kalau mengambil arti sebenarnya kata taubat, jelas itu salah kaprah. Karena taubat itu diartikan berhenti. Karena arti kata itu yang sesungguhnya adalah kembali, kembali kepada Allah.

Abdullah Saiful Mujahidin