Laboratorium Kesetaraan Gender

By: Hanif Muslim | 14 Desember 2020 | 237
banyuanyar.net
banyuanyar.net

Ketika sebagian aktivis pejuang feminisme dan  kesetaraan gender sibuk berkoar-koar menyuarakan kesetaraan gender, dan membawa beberapa solusi tentang hak-hak perempuan, yang mereka anggap selalu mendapatkan tindakan diskriminatif. Waktu itu penulis belum terlalu mengerti tentang apa itu budaya patriarki dan kesetaraan gender. "perempuan tidak semestinya melulu di dapur, kamar dan sumur  sudah saatnya kebebasan mereka harus diperlakukan seadil adilnya". Begitulah yang sering mereka teriakkan

Padahal sebenarnya pesantren telah menjawab apa yang mereka teriakkan. penulis masih ngatt Betul. dahulu awal-awal mondok santri putra maupun santri putri. Biasanya masak nasi sendiri. Khususnya bagi santri yang berkasta sudra ke ke bawah termasuk penulis di dalamnya. 

Biasanya bagi mereka yang memilih untuk masak sendiri akan mengatur jadwal dan membentuk kelompok sesuai jam program mereka. Yang sekiranya tidak berbenturan dengan jam kajian kitab dan jam program pesantren.

dari sini mereka secara tidak langsung sudah belajar mengatur keungan praktis. mereka Seolah-olah tidak merasa gensi lagi dengan apa yang mereka lakukan. Semuanya mereka kerjakan dengan penuh kesadaran, dari mulai memasak, Menyapu dan mencuci. mereka jga tidak pernah mempertanyakan dan menjenis kelaminkan pekerjaan yg mereka lakukan

Jadi, Kapasitas dan keberlangsungan pesantrenlah yang sebenarnya mampu membongkar dan menghapus budaya patriarki yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.