Cara Gus Badrun Menghormati Santri-santrinya
By: Ach. Jalaludin | 02 Januari 2023 | 1131
oleh @achjalaludin
Sehabis shalat Ashar, Kang Didin buru-buru ke pesantren untuk menjemput Gus Badrun untuk buka puasa di rumahnya. Sekarang adalah bulan Sya'ban, biasanya Gus Badrun sudah mulai berpuasa hingga menjelang bulan Ramadhan nanti. Oleh sebab itu Kang Didin ingin mengundang Gus Badrun untuk berbuka di rumahnya, siapa tau berkenan seperti bulan sebelumnya.
Berpuasa di bulan Sya'ban sangat dianjurkan, Gus Badrun menyampaikan, puasa di bulan Sya'ban sesuai anjuran Rasulullah: Tidaklah aku melihat Rasulullah SAW berpuasa sebulan penuh kecuali bulan Ramadhan, dan tidaklah aku melihatnya berpuasa paling banyak dalam sebulan, kecuali di bulan Sya'ban." (HR Bukhari dan Muslim)
Sesampainya Kang Didin di pesantren, dia masih harus menunggu sebentar. Para santri masih ramai berkeliaran di depan asrama. Beberapa dari mereka bermain bola dan badminton. Maklum sekarang hari Selasa, program pesantren diliburkan dan santri diperbolehkan bermain.
Setelah menunggu cukup lama, kemudian Gus Badrun menemui Kang Didin. Beliau meminta Kang Didin untuk duduk terlebih dahulu.
"Apa lagi, Din?" sapa Gus Badrun. Kang Didin yang sudah berdiri menunggu langsung mencium tangannya.
"Seperti biasa, Gus. Kalau berkenan saya akan mengajak ajunan untuk berbuka di rumah."
"Memangnya saya berpuasa, Din?"
"Ya... biasanya iya, Gus."
"Ohh, ya sudah duduk dulu."
Gus Badrun dan Kang Didin duduk cukup lama. Ketika santri sudah mulai mandi dan tidak bermain di depan asrama, barulah Gus Badrun mengajak Kang Didin berangkat, jalan kaki seperti biasa karena jarak rumah Kang Didin dengan pesantren cukup dekat.
Di tengah perjalanan, Kang Didin memberanikan bertanya pada Gus Badrun. Sebelumnya Kang Didin dibuat heran kenapa Gus Badrun meminta Kang Didin untuk duduk terlebih dahulu sebelum berangkat, seolah-olah sedang meminta untuk menunggu santri selesai bermain.
"Kalau boleh tau, Gus, tadi kenapa nyuruh saya duduk, Gus?"
"Ya memangnya kenapa, Din?"
"Sepertinya ajunan sengaja mau menunggu santri selesai bermain, Gus, sebelum berangkat."
"Oh itu, ya memang sengaja menunggu mereka, Din."
"Kalau boleh tau, kenapa, Gus?" Kang Didin memperhatikan Gus Badrun yang masih fokus berjalan.
"Biasanya santri itu kalau ada gurunya suka memberikan hormat. Tidak peduli apa yang sedang mereka kerjakan pasti disudahi demi menghormati gurunya yang sedang lewat di depannya. Kalau saya tadi lewat di depan mereka yang sedang bermain, mereka pasti berhenti.
Saya tidak mau mengganggu mereka yang lagi asyik bermain. Santri yang main bola, yang lagi ingin mencetak gol kesal, gara-gara permainannya terpaksa berhenti. Yang lagi asyik cerita juga ceritanya bakal terpotong. Yang lagi main badminton juga jadi ga enak ketika seru-serunya bermain malah berhenti.
Santri sudah bisa bersenang-senang dan bermain di pondok itu luar biasa. Oleh karena itu kita harus jaga kebahagiaan mereka, meski hal kecil seperti tadi."
"Ohh begitu ya, Gus." jawab Kang Didin sambil manggut. Yang dilakukan Gus Badrun yang menunggu santri bermain tadi sebenarnya adalah rasa hormat dan sifat kebapakan beliau kepada santri. Santri yang sedang mencari ilmu di pesantren datang dari latar belakang keluarga yang berbeda. Dari yang miskin hingga kaya, dari yang keturunan pengusaha, petani, pegawai negeri hingga kiai. Tapi mereka di pesantren oleh Gus Badrun dipandang sama, setara, karena diperlakukan seolah putra sendiri.
Di tengah perjalanan Kang Didin masih terus mengajukan pertanyaan pada Gus Badrun, hingga beberapa saat kemudian sebelum Gus Badrun dan Kang Didin menginjakan kaki di rumah Kang Didin, ternyata adzan maghrib berkumandang. Gus Badrun terlihat senang sambil berbisik ke Kang Didin,
"Kita menunggunya kelamaan, Din, hahh...!"